Ibu Dapur: Pengabdian Tanpa Henti
Ada orang yang dalam bekerja tidak terlalu merisaukan upah yang ia terima. Orang-orang seperti inilah yang lebih mengutamakan pelayanan kepada orang lain dengan niat untuk mengabdikan diri. Orang-orang yang niat utamanya mengabdi adalah juru masak Pondok Pesantren.
Pondok pesantren, lembaga berbasis keagamaan dengan sistem belajar yang mengharuskan santri tinggal 24 jam, tentu membutuhkan juru masak untuk menyediakan kebutuhan makan santri. Kehadiran para juru masak ini sangat penting karena makan merupakan kebutuhan pokok manusia.
Pondok kita At-Taqwa memiliki tiga ibu dapur. Ada ibu Sri Welas (Mak Sri) 60 tahun, Ibu Rusmi (Mak Mi) 55 tahun dan Ibu Endang (Mbak Endang) 40 tahun. Para santri biasa memanggilnya dengan sebutan Ma’e. Mak Sri mengabdikan diri di Pondok Pesantren sejak awal berdirinya Pondok ini. Sedangkan Mak Mi bergabung dengan Pondok sejak tahun 2013. Kemudian disusul Mbak Endang yang bergabung dengan Ibu dapur lainnya dengan alasan membantu Ibunya (Mak Sri) di usianya yang sudah tidak muda lagi.
Dini hari, mereka berangkat dari rumah masing-masing untuk memulai aktivitasnya. Mulai dari menyiapkan sarapan pagi, memasak nasi dan lauk. Dilanjutkan meladeni para santri, memastikan santri mendapat jatah makan sebelum berangkat sekolah pagi. Selesai urusan masak memasak, ibu dapur tidak bisa langsung istirahat. Mereka melanjutkan tugas masing-masing sesuai jobdesk-nya. Mak Sri dan Mbak Endang belanja kebutuhan yang akan dimasak untuk makan siang dan malam nanti, sedangkan Mak Mi membereskan perlengkapan dapur dan bersih-bersih. Menu makan siang biasanya aga lebih lengkap dibandingkan menu sarapan dan makan malam. Ada ikan, sayur juga sambal menemani nasi hangat di atas piring masing-masing santri. Menu sarapan lebih simple, tahu/tempe goreng yang ditemani dengan sambal khas bikinan ibu dapur.
Pukul 11.00 WIB para Ibu dapur mulai memasak nasi serta lauk pauk untuk makan siang. Setelah jamaah dhuhur para santri makan siang sebelum melanjutkan aktivitasnya, sekolah diniyah. Selesai dengan tugasnya, para ibu dapur beres-beres dan bersiap untuk pulang .
Rutinitas tersebut berjalan setiap hari tanpa ada hari libur, kecuali di hari libur santri. Mereka bekerja tak kenal lelah. Hujan angin pun tetap diterjang untuk bisa memenuhi kebutuhan para santri di Pondok Pesantren.